dibuat oleh sosok yang luar biasa n mengajarkan arti berbagi kasiih sayang...
Kejadian ini udah terlewat beberapa minggu yang lalu. Tapi tetep uptodate kok untuk dibahas. Karena tiap sudut kehidupan kita banyak hikmah yang tersempil didalamnya
Kejadian ini udah terlewat beberapa minggu yang lalu. Tapi tetep uptodate kok untuk dibahas. Karena tiap sudut kehidupan kita banyak hikmah yang tersempil didalamnya
Sangat lucu pada awalnya. Tragedi tengah
malem yang baru ketauan pagi harinya. Itu pun baru sadar setelah dapet
ceritaan sahabat yang nginep pas bangun keesokan harinya.
Gempar!
Tengah malem itu gempar penghuni kossan.
Saya gak ngeh karena saya udah hanyut duluan dengan mimpi saya. Malem
itu adik koss saya pulang tengah malem karena ada rapat besar organisasi
yang diikutinya. tentunya gak sendirian, karena sahabat saya juga ikut
serta dengan agenda yang sama dengannya.
Sepasang selop cokelatnya “hilang” dari
rak sepatu yang terletak didepan kamar koss kami yang berhadapan. Ia
menangis dengan paniknya. Karena sepasang selop itu adalah hadiah
pemberian abangnya. Tengah malam itu ia benar-benar menangis. Hingga
beberapa teman di kamar yang telah terlelap sayup-sayup mendengar dan
menyimpulkan ada “tante kunti” yang sedang menangis….hihihihi (wedew….)
Tahukah? siapa pencurinya? siapa yang
berani-beraninya memindah tempatkan sepasang selop itu dari tempat
asalnya tanpa seizin pemiliknya? “Tersangka utama” itu adalah SAYA. Saya
yang memindahkannya ke tempat sampah dibawah karena kamar kami dilantai
atas. Eitts…bukan bermaksud apa-apa. Before tragedy….Pagi itu saya
berniat untuk beres-beres kossan, termasuk rak sepatu yang ada didepan
kamar kami. Melihat tumpukan-tumpukan sendal dan sepatu yang telah
rusak, usang dan berdebu masih bertengger betah diatas barisan rotan
saya memutuskan untuk segera mengeksekusi mereka.
Tentu yang pertama kali saya eksekusi
adalah sepatu dan sendal milik saya. Yang Sudah tak jelas lagi rupa
nya. Lalu barulah saya memilah sepatu dan sandal milik adik saya, yang
kondisinya juga sama. Pastinya saya tak mungkin membuang seenaknya tanpa
memberitau pemiliknya karena pagi itu adik saya telah berangkat ke
kampus karena ada rapat besar organisasinya. Saya meminta izin lewat
sms. Namun tak kunjung dibalas. Ya sudah….saya membiarkan sepatu2 dan
sandalnya di kantung plastik yang masih terletak disamping rak sepatu
didepan kamar kami. Agar saat ia pulang nanti ia mengetahui.
Saat zuhur tiba, ia pulang ke kossan. Jam
rehat rapat ia pakai untuk sholat zuhur di kossan dan terdengarlah
kabar kalo hp nya ketinggalan…..(o…pantesan). Tapi mungkin
inilah kesalahan saya, dugaan yang salah, suka nya
menduga-duga…..padahal belum tentu dugaan saya benar. Saya tak tau, saya
pikir ketika ia pulang yang otomatis memandang ke arah rak sepatu dan
tumpukan kantung plastik disampingnya sebelum ia masuk ke kamarnya, ia
akan tau sendiri. Jadi saya tidak menggugahnya dengan menanyakan
kembali. Terlebih saat ia mencek hp nya dan mengatakan kepada saya: “teh…klo mau sms ke nomor teh fulana aja ya… soalnya saya gak bawa hp”. Lalu saya mengiyakan dan berujar dalam hati “o…berarti gak papa klo selop dan sepatunya dibuang”. Karena memang kondisinya telah usang dan sama sekali gak pernah dipakainya lagi. Jadi saya asik berkesimpulan, Ok kita buang aja toh emang gak dipake lagi.
Biar rapih kembali, Sore harinya saya
memindahkan kantung-kantung plastik tadi ke center tong sampah di lantai
bawah. Tak ada maksud apa-apa. Hanya ingin membersihkan dan merapihkan.
Nah, malam harinya…tengah malam pula,
semua terjawab. Namun, saya terlanjur terlelap duluan. Sahabat saya yang
menginap tidak sampai hati membangunkan saya. Padahal, saya terjaga
saat ia masuk ke kamar lalu tertidur lagi
Keesokan subuh barulah saya
“diinterogasi” sahabat saya. Beliau menanyakan keberadaan sepasang selop
cokelat yang ada di rak sepatu. Beliau menceritakan tragedi semalam.
Saya yang mendengar cerita dari beliau hanya berujar: “Wew…gawat
saya menzhalimi orang lain. Ngebuat nangis anak orang. Ngebuat sedih
hati adik sendiri….Afwaaan….gak sengaja…tapi udah bilang kok sebelum
ngebuang”, saya berusaha membenar-benarkan diri. Lalu dengan cepat
saya buru-buru kebawah untuk kembali mengambil sepasang selop miliknya.
Dan…Alhamdulillah…masih ada…Alhamdulillah belum diangkutin sama tukang
sampah
Saya kembali meletakkan sepasang selop itu di rak sepatu kami…..lalu segera meminta maaf ketika ia bangun…Afwaaan de’... Atas kejadian ini terselip ibroh yang bisa dipetik:
1. Jangan sesekali berkesimpulan
macem-macem sebelum benar-benar jelas apakah informasi telah
tersampaikan kepada yang dituju atau belum.
2. Jangan pernah menganggap remeh barang
orang lain. Bisa jadi menurut kita itu adalah barang sepele namun
menurut mereka adalah sesuatu yang berharga, memiliki kandungan historis
yang tak dapat dihargai oleh sesuatu apapun.
3. Terkadang kebaikan justru melukai….I didn’t mean to……
4. Subhanallah….Allah menciptakan
makhluknya dengan khasnya masing-masing. Berusahalah untuk selalu
bersinergi agar ukhuwwah yang terjalin semakin erat. Perbedaan itu
layaknya suhu, ada panas dan dingin namun mereka sinergi dalam
kesetimbangan.
Dedicated to De’Rani….Afwan jiddan de’…teteh gak bermaksud apa-apa (http://katakiki.wordpress.com/2011/07/10/i-didnt-mean-to-2/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar