Minggu, 05 Februari 2012

Perjuangan Wanita Ikhwanul Muslimin (Part 2)



       Hampir enam bulan sesudah pembentukan Jamaah Muslimat, yaitu sekitar ahun 1358H , terjadilah pertemuan pertama atara saya dengan Al-Imam Asy-Syahid Hasan Al-Bana. Peristiwa ini terjadi seusai saya memberikan ceramah di hadapan para anggota Jamaah Muslimat di Gedung Al-Ikhwanul Muslimin di Al'-Atabah.

      Pada Waktu itu Al-Imam Al-Mursyid sedang merencanakan pembentukan Bagian Wanita. Beliau memanggil saya kekantornya. Sesudah beliau menjelaskan kepada saya betapa pentingnya upaya mempersatukan barisan dan sikap kaum Muslimin, beliau menyarannka peleburan Jamaah Muslimat ke dalam Ikhwanul Muslimin sebagai Bagian Wanita Muslimat. Saya tidak menyatakan pendirian saya kecuali janji untuk membawa usul itu dab merundingkannya ke Muktamar Jamaah Muslimat yang kemudian ternyata menolak gagasan tersebuut meskippun pada dasarnya setuju untuk memperat kerjasama antara kedua lembaga ini.

      Berbagai peristiwa berjalan cepat sampai datangnya tahun 1984, yaitu lahirnya Surat Keputusan Pembubaran Al-Ikhwanul Muslimin,--harta kekayaan disita, semua cabangnya ditutup san ribuan anggotanya dimasukkan kedalam tahanan. Pada saat itulah Wanita Muslimat beerperan aktif dan patut dibanggakan, antara lain Nyonya Tahiah Al-Jabili, isteri saudara dan puteri paman saya. Dari dialah saya mengetahui banyakk tentang pendapat dan pendirian Al-Ustadz Hasan Al-Bana dan mengapa beliau bersikeras mengusulkan fusi total.

     Sehari setelah lahirnya Pembubaran Ikhwanul Muslimin ketika saya tengah duduk dikamar kerja saya di Kantor Jamaah Muslimat yaitu kamar tempat saya berjumpa untuk terakhir kali dengan Al-Mursyd Al-Imam Hasan Al-Bana, tiba-tiba saja tanpa saya sadari saya menangis. Saya sadar bahwa Hasan Al-Bana selaku Imam adalah benar. Seharusnya belliau diangkatt sebagai Imam untuk memimpin jihad seperti yang diperintahkan Allah dan menerapkan hukum-Nya. Pada saat itulah saya menyadari benar bahwa Hasan Al-Bana jauh lebih kuat dan jauh lebih tegas dari saya dalam mencanangkan kebenaran. Keberanian dan keperwiraaan sebenarnya merupakan busana yang wajib dikenaan oleh setiap Muslimin dan ia telah lebih dulu dikenankan oleh Al-bana dan enganjurkan agar lita semua pun mengenangkannya.

       Tiba-tiba saya minta agar Sekertaris saya segera menghubungi saya dengan saudara Abdul Hafizh As-Shaifi, yang saya tugaskan untuk menyampaikan berita kepada Al-Imam Al-Bana, menginggatkannya akan janji saya pada pertemuan terakhir kami. Ketika ia kembali dengan membawa hormat dan doanya, saya panggil saudara saya Muhammad Al-Ghazali Al-Jabili dan saya tugaskna untuk menyampaikan surat singkat saya agar dibawa sendiri atau dibawa oleh istrinya kepada Al-Imam Al-Mursyd surat singkat itu berbunyi "
      "Tuanku Al-Imam Hasan Al-Bana,
       Zainab Al-Ghazali Al-Jabili pada hari ini datang dan menyerahkan diri pada tuan, sebagai pengabdian kepada Allah dan untuk kepentingan dakwah kepada Allah. Demi tujuan ini tuanlah satu-satunya orang yang setiap saat dapat memerintah. Saya sudah siap untuk setiap saat menerima perintah tuan!".
Saudara saya datang dengan membawa berita menetapkan waktu pertemuan segera di Gedung Asy-Syubbanul Muslimun. Pertemuan ini diatur sedemikian rupa seolah-olah terjadi secara kebetulan. Saya bertemu dengan Al-Ustadz Hasan Al-Bana di tangga muka gedung itu. Ketika itulah saya menyatakan: "Saksikanlah, Ya Allah, saya baiat di hadapan anda untuk berjuang mendirikan negara islam. Persembahan yang hendak saya sampaikan demi tercapainya cita-cita ini adalah darah saya serta reputasi Jamaah Muslimat".
        Beliau menyambut dengan: "saya terima baiat ada ini dan teruskanlah kegiatan Jamaah Muslimat sebagaimana biasanya".
      
       Pada suatu malam di bulan Februari 1949 Amin Khalil datang menemui saya seraya berkata: 
       "Kita harus megeluarkan Al-Bana dari Kairo karena para pejabat sedang bersengkongkol untuk membunuhnya". Sya tidak bisa berhubungan langsung karena saudara saya sudah ditangkap. Saya berusaha menghubungi Asy-Syahid secara pribadi. Selama usaha itu sampailah berita tentang penembakannya dan tentang dipindahkannya rumah sakit. Lalu datang pula berita buruk bahwa kemungkinan ia tidak bisa tertolong lagi. Dan ternyata beliau pergi sebagai syahid menemui Tuhannya dan para syuhada sebelumnya. Pedih hati saya tak tertahankan, sedang kebencian saya kepada para penjahat itu tak terkirakan dan tak bisa saya sembunyikan..


NB : Sampai disini dulu cerita part 2 ya,,Thanks ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar